Minggu, 09 Januari 2011

Teknologi Sederhana

Teknologi Sederhana Pembuatan Kompos
1. Pengertian Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik.
Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
2. Pembuatan Kompos
Pembuatan kompos adalah menumpukkan bahan-bahan organis dan membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N yang rendah (telah melapuk) (Hasibuan, 2006).
Bahan-bahan yang mempunyai C/N sama atau mendekati C/N tanah, dapat langsung digunakan sebagai pupuk, tetapi bila C/N nya tinggi harus didekomposisikan dulu sehingga melapuk dengan C/N rendah yakni 10-12 (Rinsemo, 1993).
Dalam pembuatan kompos ini dapat dikemukakan cara-cara Krantz, Indore, dan Macdonald. Cara Krantz yaitu dengan menggunakan bahan-bahan mentah (serasah, sampah organic, dll) ditumpuk sampai setinggi 50 cm atau lebih. Kemudian diberi pupuk kandang sebagai aktifator, setelah beberapa hari temperature mencapai 50oC-60oC, temperatur ini bisa mematikan kuman-kuman serta biji-biji tanaman pengganggu. Tumpukan diinjak-injak sehingga keadaan menjadi anaerob, selanjutnya ditambahkan bahan-bahan mentah sehingga tumpukan mencapai sekitar 80 cm, demikian seterusnya perlakuan penamabahan dilakukan sampai tumpukan menjadi tinggi sekitar 1,5 m. kemudian tumpukan harus ditutup dengan lapisan tanah bagian atasnya, perlakuan demikian untuk mencegah kehilangan N lebih lanjut dan juga melindungi kompos dari pengaruh teriknya sinar matahari. Setelah 3 bulan biasanya kompos telah matang dan dapat dipergunakan (Sutejo, 2002).
Cara Indore yaitu dengan menggunakan bahan-bahan mentah (serasah, sampah, bahan organik, dll) ditumpuk berlapis-lapis setinggi ± 60 cm dengan ukuran panjang, Lebar 2,5 x 2,5 cm. Setiap lapis tingginya sekitar 15 cm, jadi bagi ketinggian 60 cm harus dibuat 4 lapis. Diantara lapisan-lapisan diberikan pupuk kandang sebagai lapis yang tipis, atau disiram dengan cairan pupuk kandang. Lakukan perlakuan pembalikan, lapisan-lapisan kompos itu secara teratur, yaitu pada hari ke15, 30 dan 60. Pembalikan ini dimaksud untuk meratakan penguraian. Pada pembalikan ini lapisan 1 dan ke 4 disatukan dan jua lapisan ke 2 dan ke 3 disatukan dan tumpukan ke 1 diletakkan dibawah dan tumpukan ke 2 diatasnya setelah umur kompos 60 hari kedua tumpukan disatukan dan dilakukan pembalikan secara merata. Agar kompos tetap dalam keadaan anaerob perlu ditempatkan dibawah atap agar tidak terkena air hujan (Sutejo, 2002).
Cara Macdonald menggunakan bahan-bahan mentah, (batang-batang kecil dan daun-daunan, serasah atau sampah tanaman) dimasukkan kedalam tempat tumpukan bahan-bahan mentah dan mencapai tinggi sekitar 1 m, setiap 20 cm tinggi tumpukan diberi aktifator misalnya pupuk kandang atau sayuran yang telah busuk untuk pengembangan bakteri. Didalam tumpukan itu akan menimbulkan panas, dalam keadaan panas biji-biji tanaman dan larva hama tanaman dapt terbunuh. Pada waktu kering segera siramkan cairan pupuk kandang secukupnya dan kemudian tutup kembali. Setelah 2 sampai 3 bulan kompos dapat digunakan (Sutejo, 2002).
3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Sutanto (2002) menyatakan bahwa dalam proses pengomposan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
• Kelembapan timbunan bahan kompos, berpengaruh terhadap kehidupan mikrobia, agar tidak terlalu kering atau basah dan tergenang.
• Aerasi timbunan, berhubungan erat dengan kelengasan.
• Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 600C), dan juga dilakukan pembalikkan untuk menurunkan temperatur.
• Suasana, dalam pengomposan menghasilkan asam-asam organik sehingga pH turun, untuk itu diperlukan pembalikkan.
• Netralisasi keasaman, dapat dilakukan dengan menambah kapur seperti dolomit atau abu.
• Kualitas kompos, dapat diberi pupuk seperti P untuk meningkatkan kualitas kompos.
Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyimpulkan bahwa pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikrobia tersebut adalah bakteri, fungi dan jasad renik lainnya.
Suriawiria (2003) menyatakan bahwa adapun kunci membuat kompos yang bagus meliputi: rasio karbon/nitrogen, adanya bahan mikroorganisme, tingkat kelembapan, tingkat oksigen dan ukuran partikel. Dari ketiga pendapat tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan adalah hampir sama.
• Mikroorganisme Sellulotik (MOS)
Mikroorganisme sellulotik digunakan tujuan utamanya adalah untuk dapat mempercepat proses pengomposan. Usaha mempercepat proses pengomposan dapat dilakukan dengan memberikan inokulasi mikroorganisme selulopati seperti bakteri, fungi dan aktinomisetes yang dapat meningkatkan kandungan nitrogen dan fosfat (Sutanto, 2002).
Mekanisme pembongkaran sellulosa oleh berbagai mikroorganisme, sama sekali tergantung atas sifat/keadaan organisme dan kondisi-kondisi dekomposisi. Contoh pada bakteri aerobik akan menghasilkan CO2, pigmen-pigmen tertentu, sejumlah substansi (zat) sel mikrobial, sedangkan bakteri anaerobik membentuk berbagai asam organik dan alkohol (Sutedjo, dkk, 1996).
Rao (1994) menyimpulkan bahwa dalam kondisi anaerob, dekomposisi sampah organik terjadi sebagai akibat kegiatan mikroorganisme yang mesofil dan termofil. Di dalam timbunan kompos, mikroorganisme mesofil dan termofil (bakteri dan actinomycetes) penting dalam memecahkan substrat selulosa. Mikrobia ini memecahkan karbohidrat dan protein kompleks menjadi asam organik dan alkohol.
• Effective Microorganisme (EM4)
Menurut Anonim (2008) beberapa keuntungan aplikasi effective microorganisme adalah bahwa EM dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen atau yang merugikan tanah dan tanaman sekaligus menghilangkan bau yang ditimbulkan dari proses penguraian bahan organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada tanaman, meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan, misalnya Mycorhiza, Rhizobium, bakteri pelarut fosfat.
EM4 pertanian akan aktif memfermentasi bahan organik (sisa-sisa tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, dan lain-lain) yang terdapat dalam tanah. Hasil fermentasi bahan organik tersebut adalah berupa senyawa organik yang mudah diserap langsung oleh perakaran tanaman misalnya gula, alkohol, asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa organik lainnya (Anonim, 2007).
Mikroorganisme Efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, aktinomisetes dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikrobia tanah. Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman (Sutanto, 2002).
Disamping itu, menurut Indriani (2007) kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: (1) memperbaiki struktur tanah, (2) memperbesar daya ikat tanah berpasir, (3) menambah daya ikat air pada tanah, (4) memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, (5) mengandung hara yang lengkap, (6) memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia, dan (7) menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.
• Pupuk Kandang Kambing
Kadar N dari pupuk kambing adalah tinggi. Kadar airnya lebih rendah daripada pupuk kandang sapi oleh sebab itu perubahannya berlangsung cepat seperti pupuk kandang kuda (Sosrosoedirdjo, dkk, 2002).
Kambing atau domba mempunyai kuantitas dan komposisi kotoran segar yang dikeluarkan ;
Hewan kotoran per ton air % N pon P2O5 pon K2O
Kambing cairan 660 - 9,9 0,3 8,4
Domba padat 340 - 10,7 6,7 13,8
(Foth, 1995).
Kambing dan domba 0,5 kg/hari, apabila kotoran tersebut dikomposkan maka akan terjadi penyusutan sekitar 50%. Apabila kmpos tersebut dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik untuk tanaman pangan. Takaran pupuk organik sekitar 2 ha, maka luas lahan yang dapat dipupuk mencapai 7,25 juta ha (Stevenson, 1981).
Kotoran kambing dan biri-biri mempunyai banyak persamaan dan banyak mengandung N. kadar airnya lebih rendah dari kotoran sapi dan kerbau. Oleh karena itu perubahan yang terjadi berlangsung cepat dan hampir sama dengan kotoran kuda, sehingga digolongkan sebagai pupuk panas (Sosrosoedirdjo, dkk, 1992).
4. Manfaat Kompos
• Aspek Bagi Tanah dan Tanaman
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) sifat baik dari kompos yang merupakan pupuk organik terhadap kesuburan tanah yaitu dapat menyediakan unsur hara seperti N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro dalam jumlah relatif kecil, dapat mempermudah pengolahan tanah-tanah yang berat, membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik dan juga dapat dijadikan sebagai pupuk bagi tanaman.
Pemberian pupuk organik akan menambah unsur hara yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman. Memang persentase unsur hara yang bertambah dari pupuk organik masih lebih kecil disbanding pupuk organik secara umum, fungsi pupuk organik adalah sebagai berikut:
1. kebutuhan tanah bertambah. Adanya penambahan unsur hara, humus, dan bahan organik kedalam tanah menimbulkan efek residual, yaitu berpengaruh dalam jangka panjang
2. sifat fisik dan kimia tanah diperbaiki. Pemberian pupuk organik menyebabkan terjadinya perbaikan struktur tanah
3. sifat biologi tanah dapat diperbaiki dan mekanisme jasad renik yang ada menjadi hidup (Indriani, 2001).
Disamping itu, menurut Indriani (2007) kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain:
(1) memperbaiki struktur tanah,
(2) memperbesar daya ikat tanah berpasir,
(3) menambah daya ikat air pada tanah,
(4) memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah,
(5) mengandung hara yang lengkap,
(6) memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia, dan
(7) menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.
• Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
• Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Diperoleh dari : www.google.com

BIOTEKNOLOGI HIDROPONIK

BIOTEKNOLOGI HIDROPONIK

1. SEJARAH BIOTEKNOLOGI

Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, rekombinan DNA, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan rekombinan DNA, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.
Kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya. Sebagai contoh, teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan.

2. PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI

Perkembangan bioteknologi dapat dibagi dalam beberapa era yang meliputi:
1. Era bioteknologi generasi pertama / bioteknologi sederhana.
Penggunaan mikroba masih secara tradisional, dalam produksi makanan dan tanaman serta pengawetan makanan.
Contoh:
pembuatan tempe, tape, cuka, dan lain-lain.
2. Era bioteknologi generasi kedua.
Proses berlangsung dalam keadaan tidak steril.
Contoh:
a. produksi bahan kimia: aseton, asam sitrat
b. pengolahan air limbah
c. pembuatan kompos
3. Era bioteknologi generasi ketiga.
Proses dalam kondisi steril.
Contoh :
produksi antibiotik dan hormon
4. Era bioteknologi generasi baru
Contoh:
produksi insulin, interferon, antibodi monoclonal
3. Bioteknologi Hidroponik
Dalam bidang pertanian, bioteknologi memberi andil dalam usaha pemenuhan kebutuhan makanan. Beberapa hasil bioteknologi dalam bidang pertanian antara lain kultur jaringan, hidroponik, pembuatan tumbuhan kebal hama, dan tumbuhan yang mampu mengikat nitrogen sendiri. Pada bagian ini kita akan mempelajari teknik tanam dengan sistem hidroponik, karena di antara hasil bioteknologi bidang pertanian, teknik ini paling memungkinkan untuk kita lakukan. Hidroponik (hydroponics) adalah cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Di kalangan umum, istilah ini dikenal sebagai "bercocok tanam tanpa tanah". Termasuk juga bercocok tanam di dalam pot atau wadah lainnya yang menggunakan air atau bahan yang bersifat porus, seperti pecahan genting, pasir kali, kerikil,
spons, sabut kelapa, arang kayu, dan sebagainya.
Istilah hidroponik lahir tahun 1936, untuk memberi hasil percobaan DR.WF.Gericke, seorang agronomis dari Universitas California, USA. Hasil percobaannya berupa tomat setinggi 3 meter yang penuh buah dan ditanam dalam bak berisi mineral hasil uji cobanya. Maka sejak itu hidroponik berarti hydros adalah air dan ponics untuk menyebut pengerjaan atau bercocok tanam. Dalam perkembangannya hidroponik tidak lagi sebatas di laboratorium saja, tetapi dengan teknik yang sederhana dapat diterapkan siapa saja, termasuk ibu rumah tangga.
a. Keunggulan hidroponik
Kelebihan sistem tanam hidroponik antara lain sebagai berikut.
1) Perawatan lebih praktis dan gangguan hama lebih terkontrol.
2) Pemakaian pupuk lebih hemat.
3) Tanaman hidroponik dapat tumbuh lebih pesat dengan keadaan tidak kotor dan tidak rusak.
4) Beberapa jenis tanaman bisa dibudidayakan di luar musim.
5) Tanaman hidroponik dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas, misalnya: di atap, dapur, atau garasi.
b. Metode hidroponik
Pada dasarnya metode hidroponik dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1) Hidroponik substrat
Metode ini tidak menggunakan air sebagai media, tetapi menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyerap atau menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti halnya fungsi tanah. Media yang dapat digunakan dalam hidroponik substrat antara lain batu apung, pasir, serbuk gergaji, atau gambut. Media tanam sebelum digunakan harus dilakukan
sterilisasi dahulu. Cara paling umum dilakukan adalah dengan penguapan atau dengan bahan kimia. Larutan nutrisi atau pupuk diberikan dengan cara disiramkan atau dialirkan melalui sistem irigasi, setiap pemberian larutan nutrisi, harus dapat melembapkan barisan tanaman secara seragam. Banyaknya penyiraman tergantung dari pertumbuhan tanaman, jenis substrat, dan iklim. Permukaan substrat yang
kasar dan tidak teratur harus lebih sering disiram.
2) Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique)
Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air tersebut dialirkan dan mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran berkembang di dalam larutan nutrien.
c. Larutan nutrien
Larutan nutrien atau zat hara, adalah makanan bagi tanaman yang berupa campuran garam-garam pupuk yang dilarutkan dan diberikan secara teratur. Karena pada sistem hidroponik, media tanam hanya sebagai penopang akar, sehingga garam-garam pupuk harus mengandung semua unsur yang diperlukan tanaman. Zat-zat hara untuk keperluan hidroponik dapat diperoleh di pasaran dalam bentuk formula yang sudah jadi, seperti Hyponex atau Margaflor.
d. Merakit hidroponik
Jenis tanaman yang dapat ditanam secara hidroponik, baik di kebun maupun di rumah antara lain, cabai, paprika, tomat, asparagus,bunga kol, seledri, selada, semangka, labu, jagung manis, terung, dan tanaman hias.
Berikut ini cara merakit hidroponik untuk menanam tanaman seperti tomat, paprika, dan melon.
1) Persiapan lahan
Untuk menghindari tanaman dari pengaruh lingkungan, sebaiknya dibangun rumah plastik. Ukurannya disesuaikan dengan luas lahan. Bagian alas/lantai dibuat bedengan dengan lebar sekitar 70 cm dan panjangnya sesuai lahan yang tersedia. Tinggi bedengan sekitar 20-30 cm. Kemudian bedengan ditutup dengan plastik hitam yang agak tebal untuk mencegah penularan penyakit yang berasal dari tanah.
2) Persiapan wadah
Sebagai wadah untuk menanam hidroponik dapat digunakan polibag atau kantong plastik hitam ukuran tinggi 50 cm dan diameter 30 cm. Dipilih warna hitam agar sinar matahari tidak mampu menembus akar, jadi tidak ada kemungkinan ganggang tumbuh dan merusak akar. Pada dasar polibag dilubangi untuk keluar air dan samping polibag juga dilubangi 4 tempat.
3) Memasukkan media tanam
Lapisan pertama masukkan ijuk atau sabut kelapa yang sudah disterilkan/ditumbuk sebagai filter, lalu di atasnya diberi pasir setinggi 30 cm. Media ini harus dalam keadaan steril.
4) Penanaman bibit
Setiap polibag hanya ditanam satu bibit saja. Polibag yang sudah ditanami bibit diatur di atas bedengan.
5) Penyiraman larutan nutrien
Penyiraman paling mudah dilakukan dengan menggunakan gembor atau hand sprayer. Larutan nutrien dapat diperoleh di toko obat pertanian yang khusus untuk hidroponik, atau dapat digunakan NPK, urea, dan TSP sebagai pupuk makro, sedangkan pupuk mikro pilih pupuk yang mengandung Mn, Fe, Zn, dan Cu. Penggunaan pupuk makro sesuaikan fase pertumbuhan.
6) Perawatan lain
Beberapa jenis perawatan yang perlu dilakukan adalah:
a) Pengikatan atau pengajiran, agar tanaman dapat berdiri tegak, setelah umur 1 minggu. Ajir dapat terbuat dari kayu atau bilah bambu.
b) Pemangkasan, daun-daun yang sudah tua sebaiknya dipangkas. Untuk beberapa tanaman seperti paprika cabang yang tidak dipilih sebagai cabang untuk berproduksi, dipangkas menggunakan gunting yang tajam.
c) Pemberantasan hama, disemprot dengan insektisida sesuai dosis yang dibutuhkan.
C. Dampak Negatif Penggunaan Bioteknologi
1. Dampak terhadap Lingkungan
Selain membawa keuntungan bagi manusia, aplikasi bioteknologi ternyata menimbulkan akibat buruk oleh penerapan teknologi tersebut.
Contohnya, pembuatan tempe atau kecap dalam skala besar dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Air limbah dan kulit kedelai dari proses pembuatan tempe, apabila dibiarkan tergenang dalam waktu cukup lama, limbah tersebut mengubah lingkungan menjadi tidak sehat. Jika air limbah itu dibiarkan mengalir ke dalam kolam-kolam ikan atau ke lahan-lahan persawahan, kehidupan ikan atau tanaman akan terganggu, bahkan bisa mati. Selain meracuni organisme yang hidup di dalam air, limbah ini juga menimbulkan bau yang tidak enak. Untuk itu maka perlu ditangani secara baik agar tidak mencemari lingkungan.
2. Dampak Sosial
Produk minuman beralkohol seperti bir, anggur, wiski, dan air tape terkadang juga menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan. Dampak tersebut berupa kebiasaan meminum minuman beralkohol tersebut sehingga mabuk. Minuman beralkohol bila diminum dalam jumlah banyak bersifat memabukkan dan menyebabkan kantuk karena menekan aktivitas otak. Alkohol juga bersifat candu. Orang yang sering minum alkohol dapat menjadi ketagihan dan sulit untuk meninggalkan kebiasaan minum minuman beralkohol. Walaupun tidak beracun, alkohol dapat menimbulkan angka kematian yang tinggi, misalnya pengemudi kendaraan yang dalam keadaan mabuk
menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Alkohol yang terdapat dalam minuman beralkohol kadarnya bermacam-macam. Secara alami alkohol
hasil fermentasi kadarnya 12-15 % karena pada larutan yang berkadar sebesar ini ragi akan mati. Tetapi melalui proses penyulingan dapat diperoleh alkohol sampai 95,5%.
D. Usaha Mengatasi Dampak Penerapan Bioteknologi
Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi/mengatasi akibat buruk penggunaan bioteknologi antara lain:
1. Penanganan limbah tempe, yang secara sederhana dapat dilakukan dengan cara:
a. Menampung dan menyaring limbah/air limbah tempe ke dalam sebuah bak. Kemudian bak ditutup agar tidak menimbulkan bau.
b. Kemudian, mengalirkan air limbah yang sudah disaring ke bak pengumpul. Pada bak ini, air limbah yang berasal dari beberapa kali
proses pembuatan tempe akan bercampur secara merata dan seragam.
c. Terakhir, mengalirkan air limbah yang berasal dari bak penampung, ke bak kedap udara dan selanjutnya diendapkan selama 20 hari. Di
dalam bak kedap udara, benda-benda (polutan) berat yang dapat membahayakan lingkungan diuraikan oleh mikroorganisme secara alami sehingga menjadi tidak berbahaya.
2. Untuk minuman beralkohol dikenai cukai atau pajak yang tinggi sehingga harganya mahal. Akibatnya tidak sembarang orang dapat mengonsumsi. Selain itu juga secara rutin diadakan penyitaan dan pemusnahan minum-minuman keras terutama yang berkadar alkohol tinggi.
3. Di beberapa negara untuk mengurangi kecelakaan, pengemudi mobil di tes kadar alkohol dalam darahnya.


Diperoleh dari "http://www.crayonpedia.org/mw/BIOTEKNOLOGI_9.1_DEWI_GANAWATI"
Kategori: IPA 9.1
Sejarah DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI