Neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit terbesar
sejak 1961. Barang impor, dari migas hingga nonmigas, membanjiri negeri ini.
Ini memprihatinkan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor
Indonesia kurun Januari hingga Desember 2012 mencapai US$190,04 miliar atau
turun 6,61 persen dibandingkan periode yang sama pada 2011. Sementara nilai
impor pada 2012 mencapai US$191,67 miliar atau naik 8,02 persen dibandingkan
2011 senilai US$ 177,4 miliar. Dengan acuan data tersebut, neraca perdagangan Indonesia
selama 2012 mengalami defisit hingga US$1,63 miliar. Menurut sektor, ekspor
hasil industri turun sebesar 4,95 persen dibandingkan 2011. Demikian pula hasil
tambang turun 9,57 persen dan pertanian 7,98 persen. Sementara ekspor migas
turun 10,86 persen dibandingkan 2011.
Kondisi ini tentunya perlu mendapatkan perhatian serius dari
seluruh stakeholder karena jika tidak segera ditangani akan memberikan dampak
yang tidak menguntungkan bagi perekonomian secara keseluruhan. Trade deficit terjadi karena pada suatu
periode tertentu nilai impor lebih besar dari nilai ekspor,dengan demikian untuk
mengatasi hal ini perlu dilakukan melalui upaya pengendalian impor dan peningkatan
ekspor. Salah satu upaya yang dilaksanakan pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut,
adalah melalui kebijakan pendapatan negara.
Dalam rangka pengendalian impor dalam prespektif jangka
pendek menengah, pemerintah antara lain telah mengeluarkan kebijakan peningkatan
tarif PPh Pasal 22 impor untuk barang tertentu dari 2,5% menjadi 7,5%. Tujuan kebijakan
ini adalah untuk membantu mengurangi defisit neraca perdagangan yaitu dengan
cara mengendalikan impor barang. Barang -barang tertentu yang dipilih diharapkan
tidak mengganggu kebutuhan impor bagi industri dalam negeri, dalam hal ini karena
barang-barang tersebut adalah barang konsumsi akhir, bukan barang bahan baku/penolong
dan juga dipilih yang mempunyai dampak kecil terhadap pembentukan inflasi. Sebagai
contoh makanan tidak dipilih sebagai barang yang dinaikan PPh 22 impornya. Lebih
lanjut, kenaikan PPh Pasal 22 pada dasarnya tidak akan menambah beban pajak
atau PPh terutang pengusaha, tetapi hanya akan berdampak kepada cash flow perusahaan,
karena PPh Pasal 22 yang dibayar merupakan pembayaran pajak dimuka sehingga
dapat dikurangkan dari pajak penghasilan terutang pada akhir tahun. Namun
demikian, dengan meningkatnya beban cash flow, makaperusahaan atau pengusaha
akan menyesuaikan volume pemberian barang yang akan diimpordengan kemampuan cash
flownya. Dan pada akhirnya diharapkan impor secara keseluruhan dapat
dikendalikan. Selain itu, pemerintah juga segera akan mengeluarkan kebijakan peningkatan tarif PPnBM barang mewah yaitu kendaraan bermotor mewah.
Kebijakan ini pada dasarnya diluncurkan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap barang-barang mewah dan dampak lanjutannnya adalah mengendalikan impor karena barang-barang mewah tersebut sebagian besar merupakan barang yang belum diproduksi di dalam negeri. Sementara itu, dalam perspektif jangka menengah – panjang, untuk mengendalikan impor, disisi kebijakan pendapatan negara, pemerintah memberikan fasilitas tax allowance bagi industri tertentu sertadaerah tertentu dan tax holiday bagi industri pioner. Kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu untuk melakukan perubahan struktural (structural change) industri dalam negeri yaitu dengan memilih industri dalam negeri yang menghasilkan produk bahan baku penolong yang selama ini masih diimpor (import – substituion intermediate goods) sebagai industri yang diprioritaskan berhak mendapatkan kedua fasilitas ini. Peningkatan jumlah industri yang menghasilkan import – substituion intermediate goods diharapkan dapat membantu pengendalian defisit neraca perdagangan. Hal ini terutama karena dalam beberapa tahun terakhir kurang lebih 70% dari total impor adalah impor atas bahan baku/ penolong.
Kebijakan ini pada dasarnya diluncurkan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap barang-barang mewah dan dampak lanjutannnya adalah mengendalikan impor karena barang-barang mewah tersebut sebagian besar merupakan barang yang belum diproduksi di dalam negeri. Sementara itu, dalam perspektif jangka menengah – panjang, untuk mengendalikan impor, disisi kebijakan pendapatan negara, pemerintah memberikan fasilitas tax allowance bagi industri tertentu sertadaerah tertentu dan tax holiday bagi industri pioner. Kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu untuk melakukan perubahan struktural (structural change) industri dalam negeri yaitu dengan memilih industri dalam negeri yang menghasilkan produk bahan baku penolong yang selama ini masih diimpor (import – substituion intermediate goods) sebagai industri yang diprioritaskan berhak mendapatkan kedua fasilitas ini. Peningkatan jumlah industri yang menghasilkan import – substituion intermediate goods diharapkan dapat membantu pengendalian defisit neraca perdagangan. Hal ini terutama karena dalam beberapa tahun terakhir kurang lebih 70% dari total impor adalah impor atas bahan baku/ penolong.
Dengan demikian, apabila produk yang selama ini diimpor
dapat dihasilkan atau disubstitusi oleh industri dalam negeri maka impor akan
terkendali. Lebih dari itu, hal ini akan mengurangi ketergantungan industri
dalam negeri akan bahan baku impor. Di sisi lain, untuk ikut mendorong
peningkatan ekspor, kebijakan pendapatan negara yang dilaksanakan antara lain
adalah dengan mempermudah aturan terkait fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan
Ekspor (KITE). KITE merupakan kebijakan pembebasan Bea Masuk bahan baku/ penolong
bagi perusahaan KITE selama bahan tersebut digunakan untuk menghasilkan produk
yang diekspor. Relaksasi atau tambahan kemudahan dalam kerangka KITE adalah PPN
atas barang yang di impor untuk diolah menjadi barang yang diekspor tidak
dipungut, dimana jika dalam aturan sebelumnya perusahaan harus membayar
terlebih dahulu PPN impor nya baru kemudian dapat direstitusi jika dilakukan
ekspor, saat ini dipermudah bahwa perusahaan KITE tidak perlu membayar PPN impor
atas barang yang diimpor selama digunakan untuk menghasilkan barang yang di
ekspor, dalam hal ini mengurangi beban administrasi.
Dalam perspektif jangka
menengah panjang, selain untuk mendorong tumbuhnya industri yang menghasilkan
bahan baku/ penolong, salah satu fasilitas yang diberikan dalam kerangka tax allowance adalah memberikan tambahan
perpanjangan pembebanan kerugian selama 2 tahun bagi perusahaan yang memenuhi
syarat mendapatkan tax allowance yang
mengekspor minimal 30% dari total produksinya dalam satu tahun. Kebijakan
ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya industri yang berorientasi ekspor. Secara
umum, kebijakan pendapatan negara baik dalam perspektif jangka pendek, menengah
maupun panjang telah mengarah pada upaya ikut memperbaiki kondisi neraca
transaksi berjalan khususnya neraca perdagangan. Namun demikian, berdasarkan survey
persepsi yang telah banyak dilakukan membuktikan bahwa permasalahan perpajakan
atau kebijakan pendapatan negara di Indonesia bukan merupakan faktor utama yang
mendorong pelaku usaha untuk melakukan investasi atau mengembangkan usahanya.
Dengan demikian, kebijakan pendapatan negara saja,tidak akan cukup untuk
mengatasi defisit transkasi berjalan jika tanpa dukungan dari stakeholder
terkait secara keseluruhan.
Sumber :
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2013_kajian_pkpn_Kebijakan_Fiskal_Untuk_Defisit_Transaksi_Berjalan.pdf
http://soeharto.co/tag/defisit
http://nasional.kontan.co.id/news/cara-pemerintah-kurangi-defisit-transaksi-berjalan